Saya lahir dari keluarga yang belum percaya Tuhan Yesus. Orangtua saya penyembah dewa, walaupun begitu mereka baik hati pada siapa saja yang membutuhkan. Waktu kecil, Jeni, sepupu saya mengajak saya ke gereja, meskipun awalnya ditentang mama-papa. Waktu di Sekolah Minggu saya merasakan sukacita. Bernyanyi, bermain, makan semuanya rame-rame, gak kenal sepi.
Sampai akhirnya tiba di bangku SMA. Tahun 2001 saya memutuskan dibaptis. Setelah lahir baru hidup saya mulai berubah sedikit demi sedikit; penuh sukacita semua saya lewati dengan semangat. Namun ketika papa tahu saya dibaptis dan menjadi Kristen, papa marah besar, saya pun diusir dari rumah. Lagi lagi saya tidak mundur karena saya merasa damai bersama Yesus. Sewaktu kecil dan remaja, saya merasa tertekan karena papa tidak pernah memberi saya kebebasan memilih jalan hidup.
Jangankan memilih, tidak mendengar nasihatnya saja saya dimarahin, malah kadang dipukul dengan bermacam –macam benda mulai dari kursi, sepatu, sandal, koran sampai kayu. Sudah begitu saya tipe anak yang tidak mau dilarang. Papa sebenarnya orang yang baik dan sayang dengan saya, tapi papa hanya tidak suka saya masuk Kristen.
Pikiran saya melayang dan bertanya dalam hati saya, kenapa papa benci dengan orang Kristen? Saya penasaran. Kemudian saya berusaha mencari informasi dan ‘mengorek’ bagaimana hal itu terjadi.
Suatu pagi, ketika papa sedang santai minum kopi di teras depan rumah, perlahan saya menuju teras. “Pa, kenapa papa tidak suka dengan orang Kristen?” Papa menarik nafas, diam sejenak. Dengan suara khas baritonnya, papa mulai bercerita.
“Waktu papa masih muda, orangtua papa sangat miskin. Satu kali papa pergi ke gereja bersama teman, papa pakai celana pendek dan sandal jepit, karena tidak punya sepatu. Sampai di gereja, pendetanya mengusir papa, tidak boleh ke gereja pakai sandal jepit dan celana pendek. Sejak itu papa tidak pernah suka dengan orang Kristen”.
Mendengarnya, saya sangat sedih. Saya terisak. Hanya karena sandal jepit dan celana pendek, papa tidak boleh ke gereja oleh pendeta pula. Sejak saat itu, saya berjanji untuk selalu menghargai dan menghormati orang dengan tidak melihat rupa luarnya saja.
Lulus SMA, saya melanjutkan pendidikan di Fakultas Seni Rupa Jurusan Fotografi Universitas Trisakti. Saya menemukan panggilan hidup untuk melayani ketika mengikuti retreat kampus. Sebelum kami pulang, pada session terakhir retreat tersebut, terjadi sesuatu yang luar biasa. Saat semua menyembah Tuhan, tiba – tiba saya menangis. Menahan agar tidak menangis sudah saya lalukan tapi tetap saja air mata tak terbendung. Lelehan air mata pun tumpah. Hamba Tuhan yang berbicara pada sesi tersebut berkata, “Beberapa orang dari kalian akan Tuhan pakai untuk pekerjaan Tuhan. Jangan tahan kakimu dan jangan keraskan hati kalian.” Seperti ada kekuatan yang mendorong, saya maju ke depan, berkomitmen menyerahkan hidup pada Tuhan. Saat hamba Tuhan itu mendekat, saya menangis seperti anak kecil, lalu ia berkata, “Tuhan Yesus mengasihimu, kamu telah dipilih untuk menjadi hambaNya. Tuhan mau pakai kamu untuk pekerjaan Tuhan, terimalah jangan menolaknya.
2 Mei 1998 saya mengambil waktu untuk berdoa di Bukit Doa Getsemani di Ungaran, Jawa Tengah. Saya kembali mendapat peneguhan dari Tuhan. Banyak hal yang saya alami dalam mengikut Tuhan. Saya harus merelakan semua tabungan saya yang nilainya sangat berarti buat saya. Pada waktu itu saya menangis dan bingung. Saya berkata,” Tuhan Yesus, mengapa semua ini harus terjadi dalam hidup saya?” Lalu dengan lembut Roh Kudus berkata,” Rysye, anakKu, jangan takut pada apa pun sebab Aku selalu menyertai hidupmu. Dengar anakKu, ini semua harus kamu alami dan Aku mengijinkan ini semua terjadi atas hidupmu, supaya engkau mengandalkan Aku sepenuhnya.” Saya bertanya sambil menangis,” Tapi kenapa ini terjadi?” Lalu Roh Kudus berkata, “AnakKu, engkau perlu tahu, bahwa setiap hamba – hambaKu yang akan Aku pakai harus Aku proses dari nol, supaya menaruh hidupnya hanya kedalam tanganKu saja. Tapi jangan engkau takut, anakKu. Aku akan memberkati hidupmu.”
Pertengahan Mei 2008, Tuhan berbicara agar jangan mengeraskan hati atas panggilan Tuhan. Sejak itulah saya benar – benar menyerahkan total hidup saya untuk melayani Tuhan Yesus. Karena damai dan sukacita dariNya luar biasa.
Rysye Tanggu kepada Friends
houh...gitu ea...
BalasHapus